Radikalisme, Amat Mengancam Keutuhan Bangsa

Oleh : H. Abdul Waris Ahmad

(PNS Kankemenag Kab. Wajo)

 Di kolong bumi mana pun, sangat mustahil menciptakan kehidupan manusia dalam arti homogen atau satu keyakinan. Sebagaimana dalam Q:S. Al-Yunus; 10: 99, “ dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di bumi. Apakah kamu hendak memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman?”. juga, Allah mengabarkan bahwa Dia telah menciptakan manusia dengan berbagai latar belakang dengan etnis yang berbeda-beda. QS. Al-Hujurat;49:13, “Hai manusia! Sungguh kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling kenal mengenal…

Suatu keniscayaan, bahwa heterogenitas itu yang menjadi ciri bangsa yang besar dan kuat. Indonesia sudah teruji dan menampakkan dirinya di mata dunia. Dulu, Bangsa ini terdiri dari berbagai kasta dan kerajaan-kerajaan yang kemudian menjadi satu kesatuan, semua suku, etnis, bangsa dan bahasa menjadi satu. Itulah bangsa tercinta, bangsa Indonesia.

Radikalisme dapat diartikan sebagai suatu ideologi (ide atau gagasan) dan paham yang ingin melakukan perubahan pada sistem sosial dan politik dengan menggunakan cara-cara kekerasan/ekstrim. Inti dari tindakan radikalisme adalah sikap dan tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan dalam mengusung perubahan yang diinginkan. Kelompok radikal umumnya menginginkan perubahan tersebut dalam tempo singkat dan secara drastis serta bertentangan dengan sistem sosial yang berlaku.

Sebenarnya, paham radikal itu sudah berumur panjang. Seumur dengan sejarah keberadaan manusia. Ketika syariat nabi Adam mengajarkan perkawinan silang. Antara Qabil dan Habil, keduanya terjadi perselisihan tajam karena masing-masing memaksakan keadaan. Qabil menginginkan menikahi saudari kembarnya karena terlihat elok dan lebih cantik dibanding saudara kembar Habil yang kurang cantik. Maka dari memaksakan keinginan mereka inilah yang kemudian menimbulkan kecemburuan sosial yang kemudian terjadi konflik horizontal. Akhirnya Habil terbunuh dan Qabil jadi pembunuh, sehingga terjadilah pembunuhan pertama dalam sejarah umat manusia. (QS. Al-Maidah; 5: 28). Hal itu terjadi karena radikal dalam cinta. Maka berhati-hati dengan cinta.

Dalam sejarah umat Islam, seorang intelektual muslim dari kalangan sahabat Ali Bin Abi Talib, terpaksa terbunuh secara sadis oleh sahabatnya sendiri Abdul Rahman bin Muljam  karena kedangkalan pemahaman dan pengetahuannya. Ibnu Muljam adalah seorang sahabat yang saleh dan banyak ibadahnya, bahkan dia seorang hafiz Alquran yang apabila melantunkan ayat-ayat suci, maka semua orang terkesima mendengarkan bacaannya yang begitu fasih dan indah. Namun, apa kekurangan dari sahabat ini? Pemahamannya terhadap agama Islam yang sangat minim meskipun dia hafal Alquran diluar kepala. Dia menganggap bahwa tahkim yang dilakukan khalifah Ali adalah perkara yang mengkafirkan karena melakukan tahkim yang dianggapnya bertentangan dengan ayat Alquran. Dia akhirnya membunuh Imam Ali ketika sedang melaksanakan salat subuh, dia menusuknya dari belakang, akhirnya sang Imam wafat.

Ibnu Muljam adalah seorang sahabat yang sangat dibanggakan oleh Rasulullah karena penguasaan hafalannya yang sangat hebat, namun kemudian menjadi pembunuh karena pemahaman terhadap Alquran yang keliru dan jauh dari nilai kebenaran. Disinal pentingnya belajar agama di tempat yang baik dan benar agar tidak salah kaprah.

Di Indonesia, ada banyak kasus yang lahir dari rahim Ibnu Muljam. Yakni pemahaman terhadap syariat Islam yang sangat kerdil, parsial dan picik. Akhirnya menelorkan banyak anti pemerintah, anti ulama, dan Pancasila dan UUD . Bahkan pemahaman dalam ajaran agama Islam yang berbeda dengan pemahamannya dianggapnya salah sehingga berusaha membumi hanguskan siapa saja yang bertentangan dengannya. Kasus bom Bali, Marriot, pembakaran tempat ibadah dan banyak hal lainnya adalah contoh dari pemahaman radikal mereka, mereka tidak peduli dengan kehidupan orang lain.

Indonesia telah memiliki ijtihad pemersatu bangsa yaitu Pancasila dan Undang-undang dasar 45. Semua komponen bangsa wajib tunduk dan patuh kepadanya, karena landasan itu tidak bertentangan dengan syariat Islam. Bahkan dalam banyak penetapan hukum itu berlandaskan dengan syariat Islam dam bentuk saddu zariah (preventif).

Oleh sebab itu, dalam tekad tersebut, pemerintah berupaya memberikan pendidikan dan pemahaman yang baik kepada masyarakat agar mereka memahami ajaran agamanya masing-masing agar tidak terjadi cikal bakal radikalisme yang bisa mengganggu keharmonisan dalam berbangsa dan bernegara. Pemerintah mendorong lembaga-lembaga keagamaan, sekolah dan pondok pesantren untuk memberikan pemahaman yang mendalam terhadap ajaran agama mana pun untuk saling memahami dan saling menghormati satu sama lainnya agar tercapai cita-cita bangsa yang luhur.

Ada banyak ciri radikalisme yang sangat mudah kita kenali. Hal tersebut karena memang pada umumnya penganut ideologi ini ingin dikenal/ terkenal dan ingin mendapat dukungan lebih banyak orang. Itulah sebabnya radikalisme selalu menggunakan cara-cara yang ekstrim. Sebagai yang kami baca dari salah satu situs NU, ciri-cirinya:

  • Radikalisme adalah tanggapan pada kondisi yang sedang terjadi, tanggapan tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk evaluasi, penolakan, bahkan perlawanan dengan keras.
  • Melakukan upaya penolakan secara terus-menerus dan menuntut perubahan drastis yang diinginkan terjadi.
  • Orang-orang yang menganut paham radikalisme biasanya memiliki keyakinan yang kuat terhadap program yang ingin mereka jalankan.
  • Penganut radikalisme tidak segan-segan menggunakan cara kekerasan dalam mewujudkan keinginan mereka.
  • Penganut radikalisme memiliki anggapan bahwa semua pihak yang berbeda pandangan dengannya adalah bersalah.

Hari ini, sesuai dengan paparan Badan Intelejen Negara, bahwa negara mulai terancam dengan masuknya paham ekstrim dan radikal di berbagai lapisan masyarakat. Termasuk di sekolah-sekolah, Perguruan Tinggi, mesjid-mesjid dan tempat lainnya. Oleh sebab itu, sebagai warga yang baik, harus ikut mengambil peran dalam menangkal berbagai serangan pemikiran radikal yang berakibat akan melahirkan teroris bertopeng dan bersembunyi dibalik agama.

Perlu dipahami bahwa di dalam pemberlakuan syariat Islam harus memenuhi lima faktor  yaitu: faktor tempat, waktu, niat, kondisi dan adat istiadat (al-urf). Salah satu dari kondisi inilah, suatu ketika khalifah Umar bin Khattab tidak memberlakukan hukum potong tangan bagi pelaku pencurian karena si pencuri adalah orang miskin yang membutuhkan makan sebagai penyambung hidup. Sudah barang tentu, ada kalangan sahabat tidak setuju dengan tindakan dan keputusan Umar itu. Namun, keputusan tetap ada di tangan penguasa yaitu khalifah. Dan itulah keputusan tertinggi yang tidak bisa dihalangi. Demikian juga, ketika presiden memberikan takzir kepada pelaku pengedar narkotika dan lainnya. Maka itu , adalah keputusan yang tidak bisa dihalangi.

Apakah Umar melanggar syariat? Tentu tidak, karena ajaran Islam sangat elastis dan tidak memaksakan keberlakuannya bagi mereka yang belum sanggup memikulnya. Seyogyanya, langkah Kahlifah Umar ini bisa diikuti oleh semua kalangan di Indonesia, seperti yang banyak dilakukan oleh ulama-ulama kita sehingga terjalin keamanan, keharmonisan dalam beragama sehingga terjalin kerukunan dan kebebasan beragama. Persatuan dan kesatuan bangsa akan tercapai.

Marilah kita mempelajari agama secara totalitas, sehingga terjauh dari paham radikal yang sangat membahayakan keberlangsungan persatuan dan kesatuan bangsa. Jangan sampai kita menjadi bagian dari “muljamisme” pemahaman Ibnu Muljam atau “Qabilisme” yang tidak mau tunduk kepada ajaran yang benar karena kedangkalan pemahaman dan nafsu serakah yang membabi buta.

Editor : Hamzah Alias